KATA
PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas karunianya sehingga penyelesaian tugas makalah ini
dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini
disusun dan dikemas dari berbagai sumber sehingga memungkinkan untuk dijadikan
referensi maupun acuan. Besar harapan makalah ini dapat memberikan kontribusi
besar terhadap kemajuan di bidang keilmuah khususnya dalam tugas sejarah.
Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah
ini. Akhir kata penyusun ucapkan semoha makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
orang yang membaca makalah ini.
Terima kasih.
Sindangwangi, September 2012
Penyusun
Kelompok
6
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN ...............................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan .........................................................
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................
1.4 Sistematika Penulisa .........................................................................
BAB
II GERAKAN SEPARATIS PRRI/PERMESTA.......................
2.1 Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA....................................
2.2 Situasi Indonesia Secara Umum pada Saat Pemberontakan
PRRI/PERMESTA
2.3 Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia
2.4 Upaya Penumpasan Pemberontakan PRRI/PERMESTA .................
2.5 Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA ................................
BAB
III PENUTUP ............................................................................................
3.1 Kesimpulan .......................................................................................
3.2 Saran .................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................................
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tanggal 15 Februari 1956, meletus Pemberontakan
PRRI/PERMESTA. Achmad Huesin memproklamasikan berdirinya Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PPRI) dengan Syarifuddin Prawiranegara sebagai
perdana menteri Proklamasi PPRI segera mendapat sambutan di Indonesia Bagian
Timur. Pada tanggal 17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba dengan Pemerintah Pusat
mendukung sepenuhnya PRRI. Gerakan di Sulawesi ini dikenal dengan gerakan
Piagam Perjuangan Semesta atau Perjuangan Semesta atau PERMESTA.
Dengan diproklamasikannya PRRI di Sumatera dan
PERMESTA di Sulawesi. Pemerintah memutuskan untuk tidak membiarkan masalah
tersebut berlarut-larut dan segera menyelesaikan dengan kekuatan senjata.
Untuk menumpas Pemberontakan PRRI segera disiapkan
operasi gabungan yang terdiri dari unsur darat, laut dan udara. Serangkaian
operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani untuk wilayah
Sumatra Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga
dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta mencegah turut
campurnya kekuatan asing.
2. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya
mengamankan Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing di
daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan
negara dan miliknya.
3. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara yang
dipimpin Brigjen Djatikusumo.
4. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan
daerah Sumatra Selatan.
Untuk menumpas Pemberontakan PERMESTA dilancarkan
operasi gabungan dengan nama Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol
Hendraningrat
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.2.1 Maksud Penulisan
Adapun maksud dari makalah kami yang berjudul Gerakan
Separatis Pemerintaha Revolusioner Republik Indonesia (PRRI/PERMESTA) adalah
ingin mengetahui :
1. Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA
2. Situasi dan kondisi Indonesia secara ymym pada saat
Pemberontakan PRRI/PERMESTA.
3. Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia
4. Upaya penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
5. Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA.
1.2.2 Tujuan Penulisan
Tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui lebih dalam lagi tentang Pemberontakan PRRI/PERMESTA, permasalahan
militer di Indonesia lainnya dan untuk menambah wawasan atau pengetahuan.
Selain itu untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah.
1.3 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang kami buat dalam makalah yang
berjudul Gerakan Separatis Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI/PERMESTA)
dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
2. Bagaimana situasi dan kondisi Indonesia secara umum pada saat
Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
3. Apakah dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa
Indonesia?
4. Bagaimanakah upaya penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
5. Bagaimana akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
1.4 Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1.2 Maksud dan
Tujuan Penulisan
1.3 Rumusan
Masalah
1.4 Sistematika
Penulisan
BAB II GERAKAN SEPARATIS
PEMERINTAH REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA (PRRI) PERJUANGAN SEMESTA (PERMESTA)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
GERAKAN
REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA (PRRI)
PERJUANGAN
SEMESTA (PERMESTA)
2.1 Jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara
pusat dengan daerah. Pada Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600
pejuang eks-divisi Banteng. Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang
tuntutan perbaikan dalam tentara AD dan pemimpin negara. Pertemuan tersebut
menyebabkan terbentuknya dewan-dewan di Sumatera dan Sulawesi. Pada awalnya,
dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka mengatasi situasi perpolitikan
Indonesia yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain itu, pembentukan
dewan-dewan tersebut juga ditujukan untuk mengimbangi parlemen dalam rangka
memajukan pembangunan daerah yang masih tertinggal sehingga lebih terarah.
Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :
1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.
2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.
Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil
bumi. Namun dengan adanya berbagai sebab seperti yang telah di uraikan di atas,
maka dalam perkembangannya bersifat agresif dan bertindak mencari kesalahan
pusat. Hal tersebut terkait pula dengan pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan
tersebut terkait dengan keterlibatannya dalam peristiwa penyelundupan di Teluk
Nibung.
Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang
pemerintah pusat yaitu dengan pernyataan:
1. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat
2. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui Kabinet
Djuanda.
3. Mulai tanggal 22 Desember 1956 mengambil alih pemerintahan di
wilayah tertera dan tetorium I
Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI
berjalan di Sumatera Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan
keputusan melalui Keputusan Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa
karesidenan Sumatera Timur dan Tapanuli, serta semua perairan yang
mengelilingnya dinyatakan dalam darurat perang (SOB).
Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir
Februari 1957, Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan
pendapat dan ide” dengan para Staffnya. Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi
yang isinya antara lain disebutkan bahwa penyelesaian keamanan harus segera
dilaksanakan agar pembangunan semesta segera dapat dimulai.
Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di
kantor Gubernur Makasar yang dihadiri oleh tokoh militer dan sipil pada tanggal
2 Maret 1957. Pertemuan tersebut melahirkan Piagam Perjuangan Semesta
[Permesta] yang ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur.
Wilayah gerakan tersebut meliputi kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku.untuk
melancarkan program kerja Permesta, maka Kol. Ventje Sumual menyatakan bahwa
daerah Indonesia Timuur dalam keadaan bahaya [SOB=Staat Van Oorlog en Bleg].
Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer untuk menjaga
ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan
Permesta.
Diantara dewan-dewan di daerah terdapat kerjasama dan
saling berhubungan. Para pemimpin pemberontakan di Sumatra mengadakan pertemuan
di Sungai Dareh sekitar 109 kilo meter arah Timur, Padang, pada tanggal 9-10
Januari 1958. Dalam pertemuan tersebut, telah dilakukan pertemuan yang dihadiri
Letkol Ahmad Hussein, Kolonel Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol Barlian,
Kolonel Zulkifli Lubis, Sumitro Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara,
Mohammad Natsir dan Burhanuddin Harahap. Pertemuan itu mengamanatkan forum
perwira pembangkang ini untuk aktif mencari senjata di luar negeri dan untuk
mematangkan rencana pemberontakan, serta membicarakan soal rencana pemberian
ultimatum kepada pemerintah pusat dan pembentukan negara secara terpisah dari
RI jika ultimatum tersebut tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam. Isi Ultimatum
tersebut antara lain: di bidang pemerintahan dituntut agar pemerintah
memberikan Otonomi yang luas kepada daerah. Pada bidang pembangunan menuntut
agar pemerintah melakukan perbaikan radikal di segala bidang, sedangkan di
bidang militer, dewan Banteng menuntut supaya dibentuk komandan utama di
Sumatera Utara.
Pemerintah menolak dengan tegas ultimatum tersebut,
bahkan para perwira yang terlibat didalamnya justru dipecat oleh Pemerintah
Pusat. Kemudian di Sumatra, kolonel Simbolon membacakan proklamasi Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 15 Februari 1958, dengan ibukota di
Bukittinggi. Sedangkan Safrudin Prawiranegara diangkat sebagai Perdana Menteri.
Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut oleh kaum
separatis Permesta. Kol Somba, Komandan Deputi Wilayah Militer Sulawesi Utara
dan Tengah mengumumkan bahwa sejak 17 Februari 1958, mendukung PRRI dan
menyatakan memisahkan diri dari pusat. Permesta menjadi praktis sayap timur
PRRI. Pusat pemberontakan ini berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan
ibu kota Sulawesi. Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta
dipindahkan ke Manado. Disini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah
pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat di daerah Manado waktu itu
tidak puas dengan keadaan ekonomi mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga
mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (self
determination).
Para pemimpin Permesta mencari dukungan dari pihak
manapun untuk mencapai tujuannya mengingat keyakinan akan adanya tindakan tegas
dari pemerintah pusat. Berkaitan dengan pengeboman Manado oleh pasukan RI, maka
perwakilan Permesta mengadakan hubungan dengan para pemberontak Permesta di
Filiphina, dan menemui pejabat CIA untuk mendapatkan bantuan persenjataan.
Pemimpin Permesta di Taiwan meminta bantuan kepada pemerintah setempat untuk
mendukung permesta, sehingga mendapat dukungan dari dinas rahasia Taiwan. Para
presiden dari Korea Selatan dan Filiphina juga memberikan bantuan kepada kaum
pemberontak.
2.2 Situasi dan Kondisi Bangsa Indonesia Secara Umum pada Saat
Pemberontakan PRRI/PERMESTA
1.
Kondisi Politik
Tatanan politik
yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap formal-legalistik. Bangsa indonesia
memasuki periode demokrasi liberal yang berdasarkan demokrasi parlementer. Para
menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri, bukan kepada presiden. Setelah
dibentuknya kabinet Parlemen, kondisi politik Indonesia semakin kacau. Pergantian
kabinet secara terus menerus yang terjadi hampir setiap tahun. Berbagai
kebijakan silih berganti tiap periode menimbulkan keadaan yang tidak kondusif.
Pecahnya
Dwi-tunggal Soekarto-Hatta memperburuk kondisi perpolitikan bangsa. Pada 1
Desember 1956 Hatta mengundurkan diri secara resmi dari jabatanya sebagai wakil
presiden. Hubungan Soekarno-Hatta mulai retak sejak tahun 1955. Perbedaan
pendapat dan latar belakang walaupun keduanya sebagai tokh muslim yang
nasionalis, namun Soekarno cenderung ke Marxis serta bermain api dengan
komunis, sedangkan Hatta cenderung ke Sosialis dan anti komunis.
Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sistem parlementer yang ada dan berencana memperbaharui sistem pemerintahan menjadi sistem pemerintahan ”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang dianggap oleh Soekarno sebagai demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat daripada demokrasi secara Barat yang memecah belah berdasar keputusan”50%+1”. Demokrasi terpimpin dijalankan dengan Dasar ”Kabinet Gotong Royong” yang merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI. Soekarno juga ingin menyampaikan ”konsepsi”nya mengenai fraksi politik di Indonesia. Konsepsi presiden merupakan cerminan kekecewaan Bung Karno terhadap sistem parlementer. Mencakup dukungan publik Soekarno supaya PKI memainkan peranan yang lebih besar dalam dunia politik Indonesia.
Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sistem parlementer yang ada dan berencana memperbaharui sistem pemerintahan menjadi sistem pemerintahan ”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang dianggap oleh Soekarno sebagai demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat daripada demokrasi secara Barat yang memecah belah berdasar keputusan”50%+1”. Demokrasi terpimpin dijalankan dengan Dasar ”Kabinet Gotong Royong” yang merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI. Soekarno juga ingin menyampaikan ”konsepsi”nya mengenai fraksi politik di Indonesia. Konsepsi presiden merupakan cerminan kekecewaan Bung Karno terhadap sistem parlementer. Mencakup dukungan publik Soekarno supaya PKI memainkan peranan yang lebih besar dalam dunia politik Indonesia.
2. Kondisi Perekonomian
Kegagalan ekonomi
yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal kemerdekaan berada pada titik
kekacauan. Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat
dirasakan oleh berbagai golongan. Kebijakan ekonomi Kabinet Hatta yang
akomodatif terhadap modal asing dipertahankan oleh kabinet-kabinet berikutnya,
antara lain kabinet Natsir, Sukiman, dan kabinet Wilopo. Tetapi sejak kabinet
Ali I (1953-1954), haluan politik itu sama sekali ditinggalkan. Program ekonomi
kabinet seringkali hanyalah sembohyan. Kabinet ini menganggap bahwa modal asing
sangat merugikan bagi negara. Namun disisi lain, pembangunan administratif sangat
diperhatikan. Penggalangan persatuan dilakukan dengan cara dropping pegawai
dari pusat ke daerah. Partai PNI semakin nampak diperkuat.
Pada masa kabinet
Ali II, membawa permasalahan yang semakin parah. Sentralisme melalui sistem
dropping pegawai mendesak putra-putra daerah dalam mengatur urusan daerah
sendiri, serta peranan mereka di pusat. Semua administrator pemerintah
mayoritas berasal dari Jawa, sedangkan yang berasal dari putera daerah hanyalah
pimpinan militernya saja. Sistem birokrasi sangat berkaitan dengan partai
politik yang sedang berkuasa. Sedangkan keinginan untuk ber-otonomi semakin
kuat di setiap daerah.
3. Permasalahan Militer
di Indonesia
Di dalam tubuh
suatu negara pastilah terdapat separangkat alat-alat negara. Setiap alat
mempunyai fungsi khusus dan saling terkait antara satu dengan yang lain. Salah
satu alat yang sangat vital peranannya dalam pemeliharaan keutuhan serta
pertahanan negara adalah tentara atau militer. Militer merupakan lembaga yang
mempunyai eksklusivitas tersendiri. Keprofesionalisme-annya perlu di hormati
oleh sipil. Keberadaanya harus diperhatikan. Militer di suatu negara baru
merdeka cenderung melangkah ke arah politik. Hal tersebut terkait dengan
peranannya dalam perjuangan mereka pra-kemerdekaan suatu bangsa. Militer selalu
menjadi oposan bagi pemerintahan sipil. Jika pemerintahan sipil dirasa tidak
mampu memerintah dengan baik maka pemberontakan maupun perebutan kekuasaan oleh
militer mustahil untuk tidak terjadi. Salah satu contohnya adalah gerakan
PRRI/PERMESTA di Indonesia.
Tekanan pada
tentara yang profesional memang penting, namun dalam kondisi politik yang tidak
menentu menenggelamkan potensi laten yang terbukti ampuh pada masa perang
kemerdekaan. Oleh sebab itu, berbagai problem sosial dan ekonomi yang muncul
nyaris tidak dapat teratasi. Sebenarnya gerakan PRRI/Permesta hanyalah koreksi
terhadap kebijakan pemerintah pusat serta keadaan yang morat-marit demi
kepentingan bangsa secara umum.
4. Situasi di Daerah
Peristiwa
pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor
yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai
penyebab dari pemberontakan ini.
Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan oleh pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam pandangan permesta. Hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya.
Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan oleh pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam pandangan permesta. Hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya.
Daerah luar Jawa
merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, karena mereka menganggap bahwa dana
alokasi untuk daerah dirasakan sangat kurang dan tidak mencukupi untuk
melaksanakan pembangunan. Pada akhirnya muncul upaya dari pihak militer yang
mendapat dukungan dari beberapa tokoh sipil untuk melakukan koreksi terhadap
kebijakan- kebijakan pemerintah.
Kegagalan
pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat dirasakan oleh berbagai
golongan. Salah satunya adalah golongan prajurit yang merasakan kesulitan
tersebut. Tindakan-tindakan pemerintah dalam masalah ekonomi seperti
penyalahgunaan devisa, pemberian ijin istimewa kepada anggota partai
penyokongnya serta birokrasi yang berbelit-belit menghambat para pedagang. Para
pimpinan pasukan di berbagai wilayah juga dibuat kesal oleh alokasi keuangan
yang tidak terlaksana semestinya bagi operasi-operasi militer serta
kesejahteraan prajurit. Akhirnya tindakan ekspor/“barter” dilakukan tanpa
disesuaikan dengan prosedur di Jakarta. Hal tersebut dilakukan di Sulawesi
Utara dan Sumatera Utara, serta panglima pasukan dari wilayah lainnya.
Keterlibatan TT I dalam peristiwa ”barter” yaitu keterlibatan mereka dalam
memberikan perlindungan kepada pengusaha-pengusaha yang melakukan ekspor–ekspor
yang dianggap merugikan negara menyebabkan KASAD Nasution memberhentikan
Kolonel Simbolon untuk sementara. Selain itu, beberapa perwira tinggi militer Sumatera
terlibat dalam peristiwa Cikini dan merencanakan pemberontakan diberhentikan
dengan tidak hormat.
Di Sulawesi, situasi yang mendorong lahirnya Permesta yaitu masalah otonom intern di Indonesia Timur dan di pengaruhi oleh pembentukan dewan-dewan di Sumatera.
Di Sulawesi, situasi yang mendorong lahirnya Permesta yaitu masalah otonom intern di Indonesia Timur dan di pengaruhi oleh pembentukan dewan-dewan di Sumatera.
2.3 Dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia
Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi
masyarakat di dalamnya. Di Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang
lebih berjumlah 22.174 jiwa, 4.360 luka-luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI
pusat jumlah yang meninggal adalah 10.150 jiwa, terdiri dari 2.499 tentara, 956
anggota OPR, 274 Polisi, dan 5.592 orang sipil. Pembangunan fisik yang selama
ini dibangun menjadi hancur. Masyarakat Minang menjadi rendah diri, muno, lalu
cigin ke rantau.
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap
daerah. Dekrit presiden 5 juli 1959 yang menetapkan kembalinya pemerintahan
sesuai dengan UUD 1945. Dengan berhasil ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI
justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat di tubuh TNI AD dan
semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan perpolitikan
Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].
Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam masalah di setiap daerah. Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada setiap daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing daerah.
Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam masalah di setiap daerah. Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas memang perlu diberika kepada setiap daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masing-masing daerah.
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan
jatuhnya kabinet Ali II pada tanggal 14 Maret 1957 yang ditandai dengan
penyerahan mandat dari Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo kepada Presiden.
Kabinet tersebut digantikan oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk
pada tanggal 9 April 1957.
2.4 Upaya Penumpasan dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
1. Upaya Diplomatis
Melihat realita
yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai cara untuk menyelesaikannya.
Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad Nasution terhadap timbulnya awal
gejolak pada bulan Desember 1956 adalah dengan mengeluarkan surat perintah
tanggal 2 januari 1957 untuk Kolonel Gatot Subroto, Kol. Ahmad Yani, Letkol.
Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin, Ayor Sahala Hutabarat, dan Mayor Ali Hasan untuk
menemui kolo. Simbolon dan para komandan resimennya untuk mengusahakan agar
tidak terjadi bentrok secara fisik. Namun usaha ini tidak berhasil karena
cenderung kontroversif dengan keadaan. Mayjen Nasution telah melakukan
pendekatan terselubung terhadap bawahan Simbolon sendiri, yaitu Letkol. Djamin
Ginting dan Letkol Wahab Makmur untuk mengambil kedudukan panglima.
Usaha Pemerintah
Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan mengirim sejumlah misi,
seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri pertanian Eny Karim, Dr.J Leimena/
Sanusi, Prof. Zairin Zein/ Nazir Pamuntjak, dan Kol. Mokoginta Cs. Misi-misi
tersebut ditujukan untuk menyelesaikan masalah di Sumatera Tengah. Misi
tersebut kemudian disusul dengan pembentukan Panitia Tujuh dan penyelenggaraan
Munas serta Musyawarah pembangunan. Namun semua usaha diplomatis yang dilakukan
Pemerintah Pusat tidak berhasil.
2. Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara Bersenjata
Penolakan
terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap Padang dan
daerah kantong pemberontakan lainnya. Kemudian pemberontakan terang-terangan
terjadi di Sumatera dan diikuti oleh Permesta di Sulawesi. Setelah melihat
situasi tersebut, pemerintah Pusat melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi
militer. Operasi tersebut antara lain :
a. Operasi yang dilaksanakan di Sumatera
1) Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.
2) 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di
bawah Kolonel Achmad Yani, yang dibantu oleh seorang perwira Angkatan Darat AS,
Benson. Tanggal 17 April, pasukan Yani telah menguasai Padang sepenuhnya.
3) Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan
sasaran Sumatera Timur dan Sumatera Utara.
4) Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah
sasaran Sumatera Selatan.
b. Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari jajaran
militer Indonesia, dan dilaksanakan Operasi Marga pada bulan April untuk
menumpas Permesta.
1) Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan
sasaran Sulawesi Tengah
2) Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono
dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan
3) Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan
sasaran sebelah Utara Menado.
4) Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto
Hendraningrat dengan sasaran Sulawesi Utara
5) Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran
Jailolo.
6) Operasi Sapta Marga VI dibawah pimpinan Letkol. KKO. H.H W. Huhnhloz
dengan sasaran Murotai
2.5 Akhir dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas
oleh pemerintah. Mereka tidak melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak
yang melarikan diri, bersebunyi dan menyerah. Para tentara kebanyakan dari para
pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran Soekarno
dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi diterima oleh
mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal
yang telah terjadi sebelumnya, seperti yang telah diketahui bahwa dalam
disiplin ilmu sejarah berlaku hukum kausalitas atau sebab-akibat. Peristiwa
pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor
yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai
penyebab dari pemberontakan ini. Posisi militer sebagai opsan pemerintah
berusaha mengambil alih kekuasaan sipil setelah melihat berbagai kekurangan
dalam berbagai kebijakannya.
Kondisi yang
dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan antara pusat dan
daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat
antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak
sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang
mampu dalam melaksanakan tugasnya. Gerakan PRRI/Permesta merupakan gejolak
daerah yang berusaha melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa yang
morat-marit.
Gerakan tersebut membawa dampak positif maupun negatif
bagi bangsa Indonesia. Kerugian materi maupun psikologis diderita masyarakat,
tetapi disisi lain gerakan tersebut menyadarkan para pemimpin bangsa akan
pentingnya otonomi daerah serta keharusan untuk menghayati hakekat Binneka
Tunggal Ika.
3.2 Saran
Dari penjelasan di atas, kita sebagai Bangsa Indonesia
dapat mengambil pelajaran dari Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA. Kita
sebagai bangsa yang baik patut melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah
memerdekakan Bangsa Indonesia ini dengan lebih giat belajar, serta menjaga
persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
-
Buku LKS Sejarah Kelas XII
Semester I
-
Agung Leo dan Aris
Listiyani Dwi. 2009. Mandiri Sejarah. Jakarta: Erlangga
prri/permesta jelas adalah pemberontakan bersenjata basis kekuwatan militernya adalah divisi banteng bukit tinggi/ padang. bahkan prri/ permesta bahkan adalah pengkhianat sebab bersekongkol dengan pihak asing amerika serikat untuk menghancurkan RI dan untuk membunuh presiden sukarno. pemberontakan prri/ permesta ditumpad pemerintah pusat dengan kekuatan bersenjata. kenapa prri/ permesta gagal total karena pasukan kodam sriwijaya dan rakyat sumsel tidak mendukung prri/permesta. hanya kompi nawawi di bengkulu yang ikut gabung prri/permesta. bahkan kodam sriwijaya dan rakyat sumsel memihak pemerintah pusat yangsah sehingga dengan mudah pasukan tentara pusat bisa masuk ke sumatra barat . andai kodam sriwijaya/divisi garuda berada dipihak prri /permesta mungkin akan lain ceritanya, mungkin saja prri/permesta akan menang yang jelas sumatra barat tidak akan porak poranda sebab pasukan tentara pusat sebelum sampai ke sumatra barat pastilah perang di sumatra selatan terlebih dahulu. bisa jadi palembang yang banjir darah bukanlah padang ini pula yang menjadi pertimbangan kolonel barlian selaku panglima kodam sriwijaya waktu itu.
BalasHapusIya baguss sekali
BalasHapuskalo peran a.h. nasution dalam upaya penumpasan pemberontakan prri di sumatra barat itu apa kak?
BalasHapusYes
HapusTidak bagud
BalasHapusBacod
BalasHapusPRRI & Permesta anti PKI
BalasHapusPRRI dan Permesta adalah pemberontakan daerah untuk mendapatkan otonomi dan pembangunan
BalasHapuskomentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
BalasHapus